Relasi Perempuan dan Laki-laki dalam Toxic Relationship pada Film Posesif (2017)

 

sumber gambar: Palari Films

Film tidak hanya sebagai media hiburan untuk melepas penat, tetapi juga bisa menjadi media pembelajaran bagi penontonnya. Setiap film pasti memiliki nilai atau pesan yang ingin disampaikan ke orang-orang. Pesan tersebut sering kali dimunculkan lewat penggambaran alur, dialog antar tokoh, pemilihan tone warna film, setting tempat, hingga properti yang dipakai. Di akhir film, penonton sendirilah yang akan mencermati apa pesan yang terkandung di dalamnya. Salah satu tema yang mulai banyak diperhatikan dalam dunia perfilman ialah toxic relationship.

Film Posesif pertama kali dirilis pada tanggal 26 Oktober 2017. Film yang disutradari oleh Edwin ini berdurasi 1 jam 42 menit. Naskah film digarap oleh Gina S. Noer yang mengangkat tema toxic relationship. Film Posesif bercerita tentang dua anak SMA yang menjalin hubungan asmara. Tokoh utama dalam film ini yaitu Yudhis yang diperankan oleh Adipati Dolken dan Lala yang diperankan oleh Putri Marino. Cerita bermula ketika Lala dan Yudhis tidak sengaja bertemu di ruang guru. Lala berkenalan dengan Yudhis si murid baru hingga hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya berpacaran.

Masa-masa awal pacaran terasa manis dan indah hingga lama kelamaan sifat posesif Yudhis muncul dan membuat Lala merasa tidak nyaman. Pemuda itu membatasi kegiatan Lala yang tengah mempersiapkan kompetisi loncat indah, tidak suka melihat Lala berhubungan dengan dua sahabatnya, dan berkali-kali menghubungi Lala bila mereka tidak bertemu. Hubungan Lala dengan dua sahabatnya pun jadi merenggang. Sehari-hari hanya ada Yudhis yang menemaninya. Sebagai cinta pertama, Lala awalnya memaklumi tingkah posesif pacarnya. Namun, Yudhis mulai berani melakukan kekerasan ketika Lala tidak sependapat atau melawan ucapannya. Keberadaan Yudhis yang awalnya mewarnai hari-hari Lala dengan perlahan mengubah gadis itu menjadi sosok yang lain.

Sejak berpacaran dengan Yudhis, Lala jadi lebih berani menentang ayahnya, menjaga jarak dari kedua sahabatnya, hingga kehilangan fokus untuk berlatih loncat indah. Di sepanjang cerita ditampilkan bagaimana sebuah peracaan cinta yang berlebihan dapat merugikan individu tersebut. Film Posesif berusaha menyampaikan pesan kepada para penonton mengenai seperti apa hubungan percintaan yang tidak sehat itu. Ada banyak adegan yang menampilkan perilaku toxic meliputi kekerasan yang dilakukan oleh Yudhis kepada Lala. Melalui film bergenre romance-suspense ini, penonton diperlihatkan sisi gelap dari hubungan pacaran yang mana melibatkan rasa posesif dan berujung pada tindak kekkerasan (Septiana & Dr. Sunarto, 2019). Kekerasan dalam pacaran merupakan isu yang sering terjadi di masyarakat dan menarik untuk dibahas. Orang-orang yang menonton film Posesif diharapkan bisa mengambil pesan agar tidak terjebak dalam toxic relationship.

Pacaran merupakan hubungan yang dibangun atas dasar rasa cinta antara dua individu. Pasangan tersebut saling mencurahkan perhatian dan kasih sayang, saling mendukung, saling terbuka, dan saling memahami. Namun, tidak jarang di dalam hubungan pacaran, pasangan mengalami suatu hambatan atau masalah. Strenberg dalam (Yani, Radde, & Gunawan HZ, 2021) mengartikan cinta sebagai bentuk emosi yang paling dalam dan diharapkan oleh semua manusia. Cinta bisa membuat seseorang rela melakukan sesuatu demi menyenangkan sosok yang dia cintai. Ada tiga komponen pada cinta yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment). Keintiman ialah elemen kasih sayang yang mendorong pasangan untuk melakukan kedekatan secara emosional. Ketika kedekatan tersebut dibangun, pasangan akan saling mencurahkan perhatian dan dukungan. Gairah adalah bentuk kerinduan seseorang untuk selalu bertemu dengan pasangannya, dapat berupa kebutuhan seksual atau hasrat. Komitmen adalah keyakinan seseorang untuk tetap bertahan pada pasangannya.

Di film Posesif ditampilkan adegan pertemuan Lala dan Yudhis yang bermula dari bertemu di ruang guru lalu dihukum bersama. Keduanya jalan bersama dan saling mengenal satu sama lain. Seiring berjalannya waktu, mereka merasa nyaman dan tumbuh benih-benih cinta. Keduanya pun akhirnya berpacaran.

Menurut Erich Fromm (Apriantika, 2021) cinta didefinisikan sebagai kekuatan aktif yang menyatukan dua manusia, menjadikan seseorang terlepas dari rasa keterasingan. Meski dua individu tersebut menjadi satu, mereka tetap menjadi dirinya sendiri. Oleh karena itu, dalam relasi percintaan, semestinya tidak ada sikap mendominasi salah satu pihak atau rasa kepemilikan. Cinta merupakan tindakan aktif berupa memberi, bukan menerima yang mana bagian dari sikap pasif. Orang sering kali salah memahami konsep memberi. Banyak dari mereka mengira bahwa memberi artinya mereka memberikan segala hal yang dia miliki seperti waktu, uang, tenaga, bahkan harga dirinya. Namun, bagi Erich (Apriantika, 2021) konsep memberi adalah ketika individu tersebut membagikan pemikiran, pengetahuan, hal yang diminati kepada pasangannya, bukan mengorbankan segluruhnya yang malah menjadi suatu tekanan.

Salah satu adegan di film Posesif menunjukkan Yudhis yang mengungkit pengorbannya dalam hubungan yang dia jalani bersama Lala. Yudhis kesal karena Lala jadi jarang meluangkan waktu untuknya karena sibuk mempersiapkan kompetisi loncat indah. Yudhis tidak terima karena hanya dirinya yang memberikan segalanya dalam hubungan, sementara Lala tidak. Potongan adegan tersebut menunjukkan bagaimana Yudhis mengungkit hal yang dia ‘korbankan’ demi pacarnya dan secara tersirat menuntut Lala untuk melakukan hal yang sama. Berdasar pemahaman Erich Formm bahwa cinta sebagai tindakan yang aktif, cinta seharusnya tidak menuntut. Seseorang melakukan sesuatu karena didasari oleh perasaannya sendiri, bukan mengharap balasan dari pasangannya bahkan sampai menjadikannya tekanan.

Menurut Erich Formm (Apriantika, 2021) ada beberapa unsur dasar yang dimiliki cinta sebagai karakter aktif, yaitu:

a. Perhatian

Dua individu dalam relasi pacaran saling mendukung satu sama lain, saling memahami, dan saling mendorong perubahan pasangan ke arah yang lebih baik. Sikap perhatian yang positif tidak membatasi atau mengekang pasangan, tidak pula mendominasi karena pasangan bukan objek.

b. Tanggung jawab

Tindakan ini bersifat suka rela dan berarti individu dengan sadar merasa dapat menyanggupi. Sikap ini mengacu pada kebutuhan psikologis orang lain.

c. Rasa hormat

Rasa hormat merupakan kemampuan seseorang untuk melihat orang lain sebagai individu yang utuh. Rasa hormat juga berarti memahami bahwa pasangan juga perlu bertumbuh dan mengembangkan potensi diri. Seseorang yang memiliki rasa hormat pada pasangannya berarti memahami bahwa individu perlu berkembang demi dirinya sendiri dan tidak menuntut pasangannya untuk selalu melayani.

Berdasar dari unsur cinta yang dikemukanan Strenberg, hubungan pacaran harusnya bersifat timbal balik. Pasangan saling mendukung dan memberikan perhatian dan rasa nyaman dengan sewajarnya. Namun, tidak jarang di dalam suatu relasi ada tindakan-tindakan pasangan yang menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman. Hubungan yang tidak sehat itu disebut toxic relationship. Toxic relationship merupakan hubungan yang tidak menyenangkan dan memberikan kerugian atau dampak buruk bagi yang menjalaninya. Hubungan yang toksik terlihat baik-baik saja di luar, tetapi di dalamnya terdapat masalah. Tanda-tanda yang muncul dalam toxic relationship ialah adanya perasaan tidak bahagia, kemarahan, frustasi, dan gangguan yang dilakukan pada pasangannya (Yani, Radde, & Gunawan HZ, 2021). Toxic relationship dicirikan dengan adanya perlakuan kekerasan yang terjadi pada pasangan, sikap posesif yang berlebihan, tidak ada kejujuran, dan sikap merendahkan pasangan.

Hubungan Yudhis dan Lala yang diperlihatkan dalam film Posesif semula indah, tetapi perlahan berubah menjadi toxic sejak Yudhis mulai sering mengirim banyak pesan dan telepon bila Lala tidak langsung membalasnya, membatasi pertemanan Lala dengan Ega dan Rino, dan perlakuan-perlakuan Yudhis yang mengontrol kehidupan Lala.

Pada salah satu scene, Yudhis dan Lala terlibat pertengkaran karena Lala keluar bersama sahabat cowoknya tanpa memberi tahu Yudhis. Yudhis tidak terima pacarnya berinteraksi dengan laki-laki lain. Cowok itu bahkan berulang kali menelepon Lala bahkan menghampiri ke tempat pacarnya bermain. Untuk pertama kalinya, Yudhis melakukan kekerasan fisik pada Lala dengan menjambak kasar rambut kekasihnya. Tidak hanya itu, Yudhis juga memarahi dan membentak Lala yang mana termasuk dalam bentuk kekerasan verbal. Tindakan kasar Yudhis hanya karena Lala keluar dengan teman laki-lakinya menunjukkan tanda keposesifan.

Sikap posesif muncul karena adanya rasa tidak ingin kehilangan sosok yang dicintai. Ketika seseorang menjalin hubungan, dia tidak ingin ada orang luar yang mengacaukan hubungannya sehingga dia harus menjaga pasangannya. Namun, rasa takut kehilangan yang berlebihan itu dapat berujung buruk bila individu tersebut tidak bisa mengendalikan antara perasaan dan logikanya. Hal yang perlu diperhatikan dalam hubungan romansa ialah dua orang yang saling berpacaran itu tetap memiliki kehidupannya masing-masing. Menjadi pasangan tidak berarti seseorang berhak untuk membatasi aktivitas pasangannya. Rasa ingin mendominasi dan memiliki inilah yang kemudian mengarah pada perilaku posesif. Semakin lama dibiarkan, sikap posesif dapat mengacaukan kondisi psikologis seseorang bahkan bisa berakhir dengan tindak kekerasan (Fadhilah, Arjawa, & Mahadewi, 2016). Bentuk toxic relationship berupa tindak kekerasan yang meliputi kekerasan verbal, emosional, fisik, dan seksual.

Data dari catatan tahunan KOMNAS Perempuan (PEREMPUAN, 2023) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2022, kekerasan ranah personal yang mencakup kekerasan dalam pacaran mencapai 3.528 kasus. Kekerasan seksual selalu menjadi kasus kekerasan tertinggi di ranah publik yang mencapai 1.127 kasus, sementara dalam ranah personal yang tertinggi adalah kekerasan psikis mencapai 1.494 kasus. Baik laki-laki maupun perempuan bisa menjadi korban dalam hubungan toksik. Namun, banyak ditemui perempuanlah yang sering kali menjadi korban dalam toxic relationship. Data dari KEMENPPA menyebutkan bahwa jumlah perempuan yang menjadi korban kekerasan mencapai 79,9% sedangkan laki-laki mengalami kekerasan berjumlah 20,1% (Arifin & Nurchayati, 2023).

Di sepanjang alur cerita, perilaku toxic Yudhis perlahan muncul. Yudhis tidak hanya melakukan kekerasa pada pacarnya, tetapi juga orang-orang di sekitar Lala yang dirasa mengganggu. Seperti Rino, sahabat Lala, yang sengaja ditabrak Yudhis ketika mengendarai motor di malam hari. Penyebab Yudhis melakukan tindakan tersebut karena tersulut rasa cemburu mengetahui Rino mengirim pesan pada pacarnya. Besok paginya, Yudhis menggunakan mobil yang berbeda karena mobil miliknya penyok. Dia tidak berterus terang penyebab mobilnya jadi penyok kepada Lala.

Ada pula scene lain yang menampilkan Yudhis sengaja mengarahkan laser ke wajah rekan atlet Lala agar dia kehilangan fokus saat meloncat indah. Ketika Yudhis didatangi oleh ayah Lala selaku pelatih, Yudhis tidak mengakui perbuatannya dan menyembunyikan senter yang tadi dia pakai. Hubungan Lala dan ayahnya memang tidak begitu dekat. Mereka hanya tinggal berdua karena ibunya sudah meninggal. Ayah Lala selalu menekan anaknya agar bisa menjadi atlet loncah indah yang professional. Kurangnya penerimaan dan perhatian sang ayah terhadap Lala membuat gadis itu mencari sumber kasih sayang dari orang lain dan dia mendapatkannya dari sosok Yudhis. Cowok itu amat menyayangi Lala meski terkadang sikap posesifnya berlebihan.

Banyak perempuan yang masih bertahan dengan pasangannya sekalipun mereka berulang kali disakiti. Mereka terjebak dalam hubungan toxic dan cenderung sukar untuk keluar. Perempuan beranggapan bahwa pasangan mereka bisa berubah lebih baik. Selain itu, faktor yang membuat perempuan tetap bertahan karena mereka menyayangkan bila hubungan yang telah lama terjalin harus berakhir (Lestari, Abidin, & Abidin, 2022). Ketika Lala pertama kali menerima kekerasan fisik dari Yudhis berupa jambakan, cewek itu mau memaafkan Yudhis. Konflik semakin sering bermunculan menjelang persiapan kelulusan mereka. Yudhis dan Lala hendak masuk ke universitas yang berbeda. Lala ingin masuk Universitas Indonesia, sedangkan Yudhis ingin masuk ITB. Perbedaan kota saat melanjutkan kuliah menjadikan mereka terpisah jarak. Yudhis memaksa Lala agar memilih universitas di kota yang sama dengannya yaitu Bandung. Namun, Lala merasa keberatan. Yudhis melontarkan ucapan kasar dan merendahkan kepada Lala. Tidak hanya itu, dia sampai mencekik Lala.

Dalam penelitian yang dipaparkan pada (Hamilton, 2017), ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang perempuan tidak bisa lepas dari hubungan yang menyiksa di antaranya:

1. Karakter si perempuan

Beberapa perempuan dengan kepribadian tertentu lebih memilih bertahan dan menoleransi tindak kekerasan. Perempuan yang seperti itu merupakan sosok yang memiliki kepercayaan diri rendah dan cenderung suka menyalahkan dirinya sendiri. Perempuan yang memiliki self-esteem rendah juga cenderung bertahan dalam hubungan toksik sebab mereka berpikiran kalau mereka tidak bisa melakukan sesuatu yang lebih baik selain menjalin hubungan dengan pasangannya. Individu dengan penghargaan diri yang rendah artinya dia juga memiliki kekuatan dan kontrol diri yang rendah. Oleh karena itu, mereka lebih memilih bertahan menghadapi kekerasan di dalam hubungan percintaan.

2. Kekerasan di masa kecil

Gelles (1979) dalam (Hamilton, 2017) memaparkan bahwa semakin seseorang menerima kekerasan semasa kecil, semakin dia bisa menoleransi kekerasan yang dia terima ketika dewasa. Seorang anak yang tumbuh dalam kekerasan akan menganggap bahwa tindak kekerasan adalah hal yang diperbolehkan ketika dia menghadapi situasi yang juga menyakitinya sehingga mereka memilih bertahan dalam hubungan yang toksik. Perempuan yang di masa kecilnya mendapat perlakuan menyiksa akan beranggapan bahwa perilaku semacam itu wajar dan menjadikannya kurang bisa menilai kalau sebaiknya dia keluar dari toxic relationship daripada bertahan.

Tidak hanya perempuan, laki-laki juga bisa menjadi korban dari hubungan yang toxic. Toxic relationship biasanya terus berulang meski tidak disadari oleh individu tersebut. Hal ini terlihat dari adegan yang menampilkan Mama Yudhis memperlakukan anaknya dengan kekerasan seperti mencekik, menendang, menjambak, dan melempar pakai sepatu. Rupanya yang melatar belakangi sikap toxic Yudhis kepada Lala berasal dari perlakuan yang selama ini diterima Yudhis dari mamanya. Sang Mama membesarkan Yudhis seorang diri dengan pengasuhan yang toxic. Mamanya sangat posesif kepada anaknya, bahkan mengatakan bahwa yang mencintai Yudhis hanya dirinya, tidak ada orang lain. Setiap kali Mama melakukan kekerasan pada Yudhis, setelahnya dia akan merasa menyesal dan meminta maaf. Yudhis tumbuh dengan pemahaman bahwa melibatkan kekerasan dalam hubungan merupakan hal yang biasa sehingga dia pun menerapkan pemahaman tersebut saat berpacaran dengan Lala.

3. Model investasi

Model investasi terdiri dari kepuasan, kualitas alternatif, dan tingkat komitmen. Model ini dicetuskan oleh Rusbult yang bertujuan untuk menentukan seberapa besar seseorang mampu bertahan dalam hubungannya. Model investasi dapat berlaku untuk hubungan yang sehat maupun toksik.

a) Kepuasan

Frekuensi tindak kekerasan dan keseimbangan perlakuan yang positif berkontribusi terhadap tingkat kepuasan dalam hubungan. Sering kali, pelaku kekerasan bersikap lembut dan baik di beberapa kesempatan yang kemudian menjadikan tindak kekerasannya tidak tampak begitu buruk. Kekerasan kecil yang dilakukan berulang dianggap tidak terlalu bermasalah. Perempuan yang jarang menerima kekerasan dari pasangannya akan lebih lama bertahan dalam hubungannya.

b) Kualitas alternatif

Kualitas alternatif merujuk pada bagian mana dari kebutuhan individu yang bisa dipuaskan di luar dari hubungan yang saat ini dijalani. Seseorang yang punya tingkat kepuasan hubungan yang tinggi cenderung punya kualitas alternatif yang rendah sehingga dia memilih tetap berada di hubungan yang dia jalani, sementara seseorang yang tingkat kepuasan hubungannya rendah akan memiliki kualitas alternatif yang tinggi. Dengan demikian, orang tersebut bisa meninggalkan hubungannya dengan penuh kesiapan. Contohnya seperti perempuan yang punya menghasilan sendiri, mandiri, punya jenjang pendidikan atau karir yang bagus, serta dukungan dari orang-orang tidak segan untuk pergi dari hubungan yang dirasa tidak layak. Berbeda dengan perempuan yang belum punya penghasilan pribadi, tidak memiliki orang-orang yang mendukungnya, dan tingkat pendidikan rendah yang berarti mereka punya kualitas alternatif rendah sehingga mereka cenderung bertahan di hubungan yang diliputi kekerasan.

Unsur ini bisa ditemui pada adegan ketika Lala meminta putus dari Yudhis setelah dia dicekik hingga kesakitan. Beberapa waktu setelahnya, Yudhis menata banyak balon penguin dan balon huruf bertuliskan ‘Maaf’ di rumah Lala. Lala merasa goyah dengan perasaannya dan menghampiri Yudhis ke rumahnya pada malam hari. Keduanya kabur bersama mengendarai mobil. Di usia yang belasan tahun, keduanya belum menyadari bahwa hubungan yang mereka jalani sebenarnya toxic. Baik Yudhis dan Lala tidak memiliki kualitas alternatif yang mendorong mereka untuk lepas dari toxic relationship. Mereka hanya anak sekolah yang sedang jatuh cinta, belum bisa menghasilkan sesuatu dari kemampuannya sendiri, dan masih hidup di bawah pengasuhan orangtua. Di pemikiran Lala, hanya Yudhis yang selama ini memahami dan selalu ada untuknya. Maka, bagaimana pun kondisinya, Lala ingin mempertahankan hubungannya dengan cowok tersebut.

c) Komitmen

Tingkat komitmen mengarah pada bagaimana seseorang terikat pada sebuah hubungan dan berusaha mempertahannya. Jika suatu pasangan menjalin hubungan begitu lama bahkan hingga memiliki anak, maka tingkat komitmen mereka dinilai tinggi. Hal tersebut menjadikan perempuan semakin susah untuk lepas dari hubungan. Semakin tinggi tingkat komitmen hubungan yang dijalani, semakin sedikit perempuan yang jadi korban kekerasan untuk keluar dari toxic relationship.

Yudhis dan Lala telah berbuat banyak hal selama mereka berpacaran. Itu yang menjadikan mereka sulit untuk lepas dari hubungan yang makin tidak sehat. Lala telah berulang kali mendapat perlakuan buruk dan kekerasan dari Yudhis, tapi gadis itu tetap kembali lagi sebab dia berpikiran Yudhis membutuhkan dirinya dan hanya dia yang bisa mengubah pacarnya lebih baik.

Salah satu faktor lainnya yang menjadikan perempuan kebanyakan menjadi korban kekerasan ialah karena budaya patriarki yang mengakar di masyarakat Indonesia. Pemahaman patriarki menyakini bahwa laki-laki merupakan sosok yang lebih berkuasa dan dominan dibanding perempuan (Fadilah, Kuniasari, & Quraisyin). Laki-laki adalah sosok superior, sementara perempuan dianggap inferior. Budaya patriarki menilai sosok laki-laki berkuasa atas segala aspek termasuk berkuasa atas diri perempuan. Pemahaman tersebut tertanam dalam pemikiran laki-laki dan perempuan melalui sosialisasi di masyarakat (Mayasari & Rinaldi, 2017). Kekerasan yang terjadi dalam relasi pacaran sedikit banyak dilator belakangi oleh pemikiran patriarki. Kaum laki-laki merasa dirinya punya kekuasaan dan kekuatan untuk mendominasi pihak perempuan.

Perlakuan toxic saat berpacaran terkadang tidak disadari oleh pelaku maupun korban, padahal bila hal tersebut terus terjadi akan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik si korban. Perempuan yang kebanyakan menjadi korban toxic relationship menganggap sikap kasar pasangannya terjadi karena sedang ada masalah dan merasionalisasi sikap tersebut. Adanya perasaan terlanjur sayang kadang kala menjadikan seorang perempuan tidak bisa lepas dari toxic relationship. Pelaku toxic relationship memanipulasi pikiran pasangannya agar mereka tidak berpisah. Ketika sosok manipulatif meminta maaf, mereka akan menunjukkan bahwa mereka begitu menyesal dan memohon ampun. Ketika si pasangan telah memaafkannya, mereka akan kembali mengulangi perbuatannya. Pola tersebut terus berulang yang menjadikan perempuan susah lepas dari toxic relationship karena selalu dibuat luluh oleh perlakuan manis pasangannya.

Sikap manipulatif terdapat pada karakter tokoh Yudhis. Setiap perkataan dan tindakannya, dia selalu berusaha membuat Lala menurut dan setuju dengan apa yang dia mau. Setiap Yudhis melakukan kekerasan pada Lala, dengan cepat dia merasa sangat menyesal dan memohon agar tidak diputuskan. Seperti ketika Yudhis meminta maaf setelah dia membentak dan menjambak rambut Lala, mengirim balon huruf bertuliskan ‘Maaf’ setelah dia melontarkan kalimat yang merendahkan dan mencekik Lala. Setiap Lala memaafkan dirinya, Yudhis kembali mengulangi perbuatannya. Perempuan tidak jarang terjebak dalam hubungan beracun karena termakan ucapan manis saat pasangannya meminta maaf. Seorang manipulatif tidak segan memberi hadiah dan menunjukkan afeksi berlebih asal mereka bisa mendapatkan apa yang mereka mau.

Penelitian yang dilakukan oleh (Arifin & Nurchayati, 2023) menunjukkan dampak sikap posesif pasangan kepada korban membuat hubungan sosial korban dengan temannya jadi merenggang. Korban dilarang berinteraksi dengan siapa pun termasuk sahabatnya sendiri. Tindakan mendominasi tersebut menjadikan korban toxic relationship tidak bisa menjalani kehidupannya sendiri dengan bebas karena terus dikontrol oleh pasangan. Di film Posesif, terlihat bagaimana kehidupan sosial Lala berubah semenjak dia berpacaran dengan Yudhis. Lala jadi berani menentang ayahnya, hubungan persahabatannya dengan Ega dan Rino merenggang, dan Lala berhenti melakukan kegiatan yang selama ini dia tekuni yaitu loncat indah.

Menjelang akhir film ditunjukkan bahwa Yudhis menyuruh Lala untuk pergi karena tidak mau kekasihnya terus terikat dengan dirinya. Yudhis juga menyadari kalau dia sulit mengendalikan emosi dan manipulatif. Meski, telah disuruh pergi oleh Yudhis, Lala justru memilih bertahan. Pada akhirnya, Yudhis meninggalkan Lala tanpa sepengetahuan ketika gadis itu membersihkan diri di toilet umum. Lala pun kembali pulang ke rumah dan menangis di pelukan ayahnya. Setelah berakhirnya hubungan mereka, Lala kembali menjalai kehidupannya seperti semula. Dia kembali berlatih loncat indah, hubungan dengan ayahnya membaik, dan kembali dekat dengan kedua sahabatnya. Kilasan adegan Lala yang lebih bersemangat dan baik selepas putus dari Yudhis menandakan bahwa toxic relationship yang selama ini dijalaninya hanya memberikan kesedihan dan rasa sakit.

Film Posesif memberi banyak pesan tentang memahami batasan saat berpacaran, menghargai diri sendiri, dan tidak menggantungkan sesuatu pada orang lain. Menyerahkan segalanya pada hubungan pacaran adalah tindakan yang keliru. Ketika seseorang mencintai dengan tulus, dia akan menghormati pasangannya sebagai individu yang utuh, bukan suatu objek yang bisa dia kendalikan.

Referensi

Apriantika, S. G. (2021). KONSEP CINTA MENURUT ERICH FROMM; UPAYA MENGHINDARI TINDAK KEKERASAN DALAM PACARAN . Dimensia: Jurnal Kajian Sosiologi Vol 13 No 1, 51.

Arifin, I. P., & Nurchayati. (2023). Self-Worth pada Perempuan yang Pernah Terlibat Toxic Relationship. Character : Jurnal Penelitian Psikologi Vol. 10, No.02, 46.

Fadhilah, E. A., Arjawa, I. S., & Mahadewi, N. S. (2016). PERILAKU POSESIF DALAM GAYA BERPACARAN DI KALANGAN REMAJA KOTA DENPASAR. Garuda, 2.

Fadilah, A. N., Kuniasari, N. D., & Quraisyin, D. (n.d.). Relasi Gender dalam Hubungan Pacaran (Studi Relasi Gender dalam Proses Komunikasi pada Remaja yang Berpacaran di Bangkalan). Neliti.com, 98.

Hamilton, A. (2017). UNDERSTANDING THE EXPERIENCES OF WOMEN WHO STAY IN ABUSIVE RELATIONSHIPS . Thesis, 7.

Lestari, P. P., Abidin, Z., & Abidin, F. A. (2022). Bentuk Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) dan Dampak Psikologisnya pada Wanita Dewasa Awal sebagai Korban Kekerasan. Martabat: Jurnal Perempuan dan Anak Vol. 6 No. 1, 69.

Mayasari, A., & Rinaldi, K. (2017). Dating Violence Pada Perempuan (Studi Pada Empat Perempuan Korban Kekerasan Dalam Hubungan Pacaran Di Universitas X). Sisi Lain Realita Vo. 2 No. 2, 77.

PEREMPUAN, K. (2023, Maret 7). Lembar Fakta Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2023 Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Publik dan Negara: Minimnya Pelindungan dan Pemulihan. Retrieved from Komnas Perempuan: https://komnasperempuan.go.id/download-file/949

Septiana, R., & Dr. Sunarto. (2019). Representasi Kekerasan terhadap Perempuan dalam Berpacaran pada Film Posesif. Interaksi Online, vol. 8, no. 1, 60.

Yani, D. I., Radde, H., & Gunawan HZ, A. (2021). Analisis Perbedaan Komponen Cinta Berdasarkan Tingkat Toxic Relationship. Jurnal Psikologi Karakter, 1 (1), 41.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENUKARAN LUKISAN PENANGKAPAN DIPONEGORO KARYA RADEN SALEH

Catat Tanggalnya! Noah, Dewa 19, Tulus, dan Sheila on 7 bakal konser di Surabaya Oktober ini!