MOEDA-MOEDI BEROPINI: MENGAPA PERS DI INDONESIA PERLU DIATUR DALAM REGULASI DAN ANCAMAN-ANCAMAN YANG DIALAMI OLEH PERS INDONESIA

 

MOEDA-MOEDI BEROPINI: MENGAPA PERS DI INDONESIA PERLU DIATUR DALAM REGULASI DAN ANCAMAN-ANCAMAN YANG DIALAMI OLEH PERS INDONESIA




Berita faktual dan informasi yang kita terima, baik di media massa maupun cetak, tak lepas dari peran pers. Pers bergerak dalam bidang pengumpulan berita dan pemberian informasi kepada masyarakat umum. Dengan artian lain, pers merupakan sekumpulan orang yang melakukan penyiaran berita dari hasil pengumpulan datanya.

Di Indonesia, pers diatur dalam sebuah regulasi. Selanjutnya, Ada tiga mahasiswa Ilmu Komunikasi Univeersitas Airlangga yang akan memberikan opini mengapa pers perlu diatur dalam regulasi. Fritsa Gracia mengungkapkan bahwa “Menurut saya pers itu sangat perlu diatur dalam regulasi karena seperti yang tertulis dalam Pasal 28 ayat 1 UUD 1945, berbunyi: ‘Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.’ Maka dari itu, untuk melindungi pers dari segala ancaman baik dari dalam maupun dari luar,  harus ada regulasi yang mengatur tentang pers. Selain itu, regulasi ini dapat membantu pers dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dan maksimal. Di sisi lain, Peran pers sangatlah penting untuk menegakkan keadilan dan mengungkapkan kebenaran melalui pengumpulan dan penyiaran berita. Maka dari itu regulasi sangat dibutuhkan untuk melindungi pers.”

Sementara itu, Hana Sulistia juga mengatakan bahwa “Pers sebagai media penyampai informasi harus dilindungi kebebasan dan kemerdekaannya agar bisa memberikan fakta yang akurat. Karena itulah UU Nomor Tahun 1999 tentang Pers diciptakan. Semua yang menjadi bagian dari Pers juga jadi bisa mempertanggung jawabkan fakta yang disampaikan dan bersikap profesional dalam tugasnya. Regulasi pers ada supaya pihak pers dan pemerintah saling melindungi hak masing-masing dan tidak ada yang dirugikan. Seperti yang disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 28E yakni ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.’ Regulasi diperlukan untuk menjaga kebebasan orang dalam berpendapat tetap pada batasan yang telah disepakati. Seseorang juga tidak bisa bersikap sembarangan sebab sudah ada undang-undang yang mengatur dan memutuskan kebijakan dalam kegiatan pers.”

 

Sedangkan, Audi Azham mengungkapkan bahwa “Pers perlu diregulasi, tetapi bukan regulasi yang mengekang kebebasan dan demokrasi, melainkan regulasi yang melindungi kebebasan dan demokrasi, atas dasar kebenaran atau fakta. Sekarang, senjata yang paling berharga sekaligus berbahaya bukanlah rudal ataupun pesawat tempur, tetapi informasi. Sebuah informasi yang dipelintir, dibuat-dibuat, dan direkayasa bisa menciptakan efek domino dan mendatangkan malapetaka dan ‘memanggil’ senjata senjata lainnya. Pers perlu diregulasi untuk melindungi kebebasan dan demokrasi, termasuk perlindungan kepada semua pihak yang terlibat. Mulai dari jurnalis, informan, hingga perusahaan media. Selain itu, pers juga perlu diregulasi agar selalu menyampaikan fakta atas dasar kebenaran. Kedua hal ini perlu dipastikan agar pers selalu berada di pihak yang benar serta dapat dengan bebas menyampaikan berita kepada masyarakat, tentunya dengan memperhatikan kode etik dan tetap menjunjung nilai-nilai yang ada di masyarakat.”

 

Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, pers menghadapi beberapa ancaman. Selanjutnya, Ada tiga orang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang akan menanggapi perihal ancaman-ancaman yang dialami oleh pers.

 

Ardio Akbar mengatakan bahwa “ancaman yang dihadapi oleh jurnalis adalah ancaman kekerasan, kekerasan adalah penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana. Kekerasan  bisa membahayakan badan, nyawa, dan kemerdekaan orang. Salah satu contoh kasusnya adalah kasus penganiayaan terhadap jurnalis tempo Nurhadi. Namun, hingga saat ini polisi masih belum mengumumkan siapa tersangka penganiaya Nurhadi. Penyidik menetapkan kasus ini dengan menggunakan pasal 18 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang Pers subsidar pasal 170 KUHP, pasal 351 KUHP dan pasal 335 KUHP.”

 

Sementara itu, Rafi Firman mengatakan bahwa “Ancaman yang dihadapi oleh para jurnalis adalah pembunuhan. Pembunuhan adalah aksi menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja dengan maksud tertentu. Hal ini dialami oleh salah satu jurnalis dari Suaraflobamor.com, Fabi Latuan. Hal ini nyaris terjadi kepada Fabi di Kupang pada tanggal 25 april 2022. Kronologi terjadinya rencana pembunuhan ini terjadi dikarenakan Fabi dikeroyok oleh sekelompok orang, di antaranya membawa senjata tajam berupa pisau yang berusaha untuk menusuk Fabi. Peristiwa tersebut berlangsung dengan begitu cepat.”

 

Sedangkan, Zidna Izza mengungkapkan bahwa “Para Jurnalis rawan mendapatkan serangan Doxing. Doxing adalah pelacakan dan pembongkaran identitas seseorang dengan menyebarkannya ke media sosial. Mereka terkadang akan mendapatkan doxing setelah menulis artikel yang dianggap mengancam bagi pihak lain. Hal inilah yang dialami oleh seorang jurnalis dari tim cek fakta Liputan6.com. Sehari setelah ia mempublikasikan artikelnya, ia tiba-tiba mendapatkan serangan Doxing. Pelaku menyebarkan data pribadinya ke beberapa media sosial.”

Dengan demikian, adanya regulasi yang mengatur kegiatan pers adalah keputusan tepat. Hak pers bisa terpenuhi, kewajiban dapat dijalankan dengan baik, serta melindungi wartama dan semua orang yang terlibat dalam pers dari hal-hal yang mengancam keselamatan. Meski, pada kenyataannya kita masih mendapati kasus yang merugikan dan membahayakan para jurnalis. Yang bisa kami harapkan adalah berbagai pihak bisa saling memahami peran pers dan tidak melibatkan tindak kekerasan.

Penulis: Fritsa Gracia Christy  Bingku

Redaktur: Zidna Izza Maulida

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENUKARAN LUKISAN PENANGKAPAN DIPONEGORO KARYA RADEN SALEH

Catat Tanggalnya! Noah, Dewa 19, Tulus, dan Sheila on 7 bakal konser di Surabaya Oktober ini!

Relasi Perempuan dan Laki-laki dalam Toxic Relationship pada Film Posesif (2017)